Sabtu, 12 Mei 2012

Working mom, karir ok, rumah tangga ok


WORKING  MOM

Karir ok, rumah  tangga ok! Kado Hari Kartini


Hj. IGA WIDARI, SE, M.Pd.
(Ketua II GOW Kab. Sumbawa; Ketum PD Muslimat NW Kab. Sumbawa;
Puket II STKIP Paracendekia NW Sumbawa)


Bekerja adalah ibadah. Ibadah adalah cinta. Dan bakti kita pada sang Pencipta. Maka, bekerjalah dengan cinta (Elly Mulyadi, 2009). Bekerja adalah keseharian kita. Tiada detik tanpa kita bekerja, saat kita lelap dalam tidurpun, jantung kita selalu tak henti berdenyut. 
Pada era sekarang ini, keadaan wanita bekerja di luar rumah adalah wujud dari kebutuhan pragmatis dan aktualisasi. Kebutuhan pragmatis terkait dengan desakan terpenuhinya berbagai keperluan hidup. Kebutuhan yang harus dipenuhi semakin banyak, tidak hanya kebutuhan untuk makan, tetapi juga untuk biaya pendidikan anak, hiburan, asuransi masa depan, pajak dan lain-lain. Sementara itu, pekerjaan suami di luar rumah acapkali hanya dapat memenuhi sebagian atau jumlah pas-pasan dari berbagai keperluan hidup tersebut. Dengan penghargaan untuk berkiprah setara dengan pria, seorang wanita sebagai pendamping atau partner suami terdorong untuk bisa membantu perekonomian keluarga. Inilah alasan utama mengapa sekarang ini  banyak kita jumpai wanita bekerja di berbagai sektor, baik swasta maupun pemerintah.
Alasan penting lain bagi wanita untuk berkarir adalah hak untuk mengaktualisasikan diri. Pada kenyataannya, tidak ada pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki. Perempuan juga dapat membuktikan dirinya melakukan yang terbaik, termasuk pada pekerjaan yang sifatnya tidak tradisional bagi mereka, seperti menjadi astronot, dokter, polisi, konsultan, hakim, politisi bahkan menjadi kepala negara. Dengan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya, perempuan memiliki peluang akses yang sama dalam meniti karir di berbagai lapangan profesi. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan keunggulan perempuan dalam unjuk kerja terkait dengan pekerjaan yang sifatnya rutin tetapi  membutuhkan  keuletan, ketelitian dan kesabaran pelakunya.
Dalam kajian Islam, wanita diharapkan menjadi sosok sholehah yang  mampu  mengabdi pada orang tua dan suami, dan mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi generasi bintang yang sukses dunia dan akhirat. Dengan kecenderungan demikian, banyak orang beranggapan bahwa dalam Islam wanita diharapkan bekerja hanya untuk mengurus anak-anak dan pekerjaan rutin rumah tangga saja. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Pada Zaman Rasullullah SAW, ada wanita yang mempunyai peran ganda. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai partner dalam dunia bisnis dan kegiatan luar rumah lainnya. Contohnya, istri pertama Rasul, Siti Khadijah, dikenal sebagai wanita pengusaha yang kaya, terlibat dalam kegiatan perdagangan di dalam dan luar negeri. Beliau juga  memiliki banyak karyawan yang membantu kelancaran usahanya. Walaupun, di sisi lain, pada masa itu, banyak juga wanita yang tidak diizinkan bekerja oleh suaminya.
Pemikiran dan keputusan bahwa wanita sebaiknya berada di rumah memang sering didasari pada kecenderungan kodrati, bahwa ditinjau dari segi fisik, wanita dianggap lemah sehingga tidak mampu bekerja terlalu berat. Ada juga faktor penyebab lain, misalnya, kekhawatiran timbulnya fitnah atau hal-hal buruk yang menimpa mereka sekiranya berada di luar rumah. Tarik menarik peran wanita pada dua sisi tersebut berlanjut sepanjang masa, termasuk saat ini. Namun, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, setelah wanita menempuh pendidikan dan pelatihan, mereka memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan dan keahlian yang dapat digunakan untuk mengemban karir pilihan mereka.
Dari paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa selama wanita mampu menjalankan atau menata tugasnya sebagai istri dan ibu untuk anaknya serta mampu menjaga dirinya (kata-kata maupun perbutan serta penampilannya secara Islami), mereka boleh bekerja di luar rumah. Tentu inipun tidak lepas dari izin dari suami mereka. Jadi, jika seorang wanita memutuskan untuk menjadi wanita karir dengan berbagai masalahnya, iapun semestinya bisa menerima konsekuensi dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Ia harus mengatur waktu sebaik mungkin untuk karir dan keluarganya sekaligus. Ia harus membuat pembagian tugas dengan suami. Kalaupun ada pembantu rumah tangga yang dapat meringankan pekerjaan rumah, peran wanita sebagai manajer rumah tangga tetap sangat dominan dan menentukan.
Lebih jauh, beberapa ahli mengemukan pendapat tentang peran ganda wanita di dalam dan luar rumah. Dr. Maya dan Wido dalam bukunya “Profesional Mother” mengungkapkan bahwa seorang ibu yang mempunyai profesi sebagai ibu rumah tanggapun tidak bisa kita anggap remeh. Mereka tentu sepantasnya berperan sebagai seorang ibu rumah tangga yang profesional (“profesional mother”). Dengan kata lain, seorang wanita yang memilih berada di rumah tidaklah berarti tidak memiliki kiprah sebagai profesional. Bisa jadi ia memilih berkiprah untuk suami dan anak-anak atau rumah tangganya secara umum, di samping sebagai panggilan kewanitaannya, juga karena ia memiliki keahlian, pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pendidikan atau manajemen rumah tangga. Melalui tangan-tangan dingin merekalah lahir para ilmuwan, cendekiawan dan bahkan para pemimpin dunia masa depan. Di samping itu, dari tangan dingin para istri yang perkasa, muncul laki-laki atau suami-suami yang menjadi pejabat-pejabat penting dan menghasilkan karya-karya menakjubkan di dunia, baik dalam pemerintahan maupun dalam usaha swasta.
Selanjutnya, Rieny Hassan, seorang psikolog terkemuka mengungkapkan bahwa bekerja bukan berarti harus bekerja menjadi PNS ataupun di perusahaan. Bekerja juga bisa dilakukan di rumah dengan membuka usaha yang bisa menghasilkan uang. Hidup tidak selalu memberi apa yang kita inginkan. Oleh karena itu, banyak kompromi yang harus dilakukan untuk menjalani hidup ini. Seorang wanita tetap bisa berkarir di luar rumah tanpa harus meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga. Yang perlu ia siapkan adalah rasa cinta dalam keluarga. Kontrol dan kendali ada di tangan sang wanita.
Terakhir, James Roney, seorang psikolog  dari Universitas California, Santa Barbara, mengungkapkan bahwa bukan zamannya lagi sekarang bahwa urusan anak mutlak kewajiban seorang ibu. Dalam penelitiannya, ia menemukan adanya kecenderungan wanita tertarik untuk membina hubungan yang serius dengan pria yang menyukai anak-anak. Bahkan melalui raut muka saja wanita dapat memilih laki-laki menarik sebagai figur ayah yang baik kelak bagi anak-anaknya. Semakin besar penilaian mereka terhadap pria yang menyukai anak-anak, semakin besar keinginan mereka untuk menjalin hubungan jangka panjang. Dengan kata lain, sebagaimana halnya bagi wanita untuk berkiprah mendukung suami dengan berkarir atau berkiprah di luar rumah, lak-laki juga dapat membantu istri dengan menjadi pemain penting dalam pendidikan anak dan penataan rumah tangga pada umumnya, di samping bekerja di luar rumah.
Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa wanita yang bekerja hendaknya mampu membagi waktu dengan bijak antara karir dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Bahwa wanita bekerja adalah lumrah bahkan sunnatullah, yakni bahwa wanita senantiasa mengindahkan norma-norma agama dan sosial, serta tetap memerankan ibu rumah tangga sebagai pilar terwujudnya keluarga sakinah mawaddah, warahmah. Dalam konteks ini, kaum laki-laki mendukung sepenuhnya pilihan kiprah kaum wanita demi kemajuan peradaban dan bangsa ini seutuhnya. Selamat Hari Kartini.
(Terbit di Harian Gaung NTB, 20 April 2012)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar