WORKING MOM
Karir ok, rumah tangga ok! Kado Hari Kartini
Hj. IGA WIDARI, SE, M.Pd.
(Ketua II GOW Kab. Sumbawa; Ketum PD Muslimat NW Kab.
Sumbawa;
Puket II STKIP Paracendekia NW Sumbawa)
Bekerja adalah
ibadah. Ibadah adalah cinta. Dan bakti kita pada sang Pencipta. Maka, bekerjalah
dengan cinta (Elly Mulyadi, 2009). Bekerja adalah keseharian kita. Tiada detik
tanpa kita bekerja, saat kita lelap dalam tidurpun, jantung kita selalu tak
henti berdenyut.
Pada era sekarang ini, keadaan
wanita bekerja di luar rumah adalah wujud dari kebutuhan pragmatis dan
aktualisasi. Kebutuhan pragmatis terkait dengan desakan terpenuhinya berbagai
keperluan hidup. Kebutuhan yang harus dipenuhi semakin banyak, tidak hanya
kebutuhan untuk makan, tetapi juga untuk biaya pendidikan anak, hiburan,
asuransi masa depan, pajak dan lain-lain. Sementara itu, pekerjaan suami di
luar rumah acapkali hanya dapat memenuhi sebagian atau jumlah pas-pasan dari
berbagai keperluan hidup tersebut. Dengan penghargaan untuk berkiprah setara
dengan pria, seorang wanita sebagai pendamping atau partner suami terdorong
untuk bisa membantu perekonomian keluarga. Inilah alasan utama mengapa sekarang
ini banyak kita jumpai wanita bekerja di
berbagai sektor, baik swasta maupun pemerintah.
Alasan penting lain bagi wanita
untuk berkarir adalah hak untuk mengaktualisasikan diri. Pada kenyataannya, tidak
ada pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki. Perempuan juga dapat
membuktikan dirinya melakukan yang terbaik, termasuk pada pekerjaan yang sifatnya
tidak tradisional bagi mereka, seperti menjadi astronot, dokter, polisi,
konsultan, hakim, politisi bahkan menjadi kepala negara. Dengan hak yang sama
bagi laki-laki dan perempuan untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya,
perempuan memiliki peluang akses yang sama dalam meniti karir di berbagai
lapangan profesi. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan keunggulan perempuan
dalam unjuk kerja terkait dengan pekerjaan yang sifatnya rutin tetapi membutuhkan keuletan, ketelitian dan kesabaran pelakunya.
Dalam kajian Islam, wanita diharapkan
menjadi sosok sholehah yang mampu mengabdi pada orang tua dan suami, dan mendidik
anak-anaknya agar kelak menjadi generasi bintang yang sukses dunia dan akhirat.
Dengan kecenderungan demikian, banyak orang beranggapan bahwa dalam Islam wanita
diharapkan bekerja hanya untuk mengurus anak-anak dan pekerjaan rutin rumah
tangga saja. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Pada Zaman Rasullullah SAW, ada wanita
yang mempunyai peran ganda. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, mereka
juga berperan sebagai partner dalam dunia bisnis dan kegiatan luar rumah
lainnya. Contohnya, istri pertama Rasul, Siti Khadijah, dikenal sebagai wanita
pengusaha yang kaya, terlibat dalam kegiatan perdagangan di dalam dan luar
negeri. Beliau juga memiliki banyak
karyawan yang membantu kelancaran usahanya. Walaupun, di sisi lain, pada masa
itu, banyak juga wanita yang tidak diizinkan bekerja oleh suaminya.
Pemikiran dan keputusan bahwa
wanita sebaiknya berada di rumah memang sering didasari pada kecenderungan kodrati,
bahwa ditinjau dari segi fisik, wanita dianggap lemah sehingga tidak mampu
bekerja terlalu berat. Ada juga faktor penyebab lain, misalnya, kekhawatiran
timbulnya fitnah atau hal-hal buruk yang menimpa mereka sekiranya berada di
luar rumah. Tarik menarik peran wanita pada dua sisi tersebut berlanjut
sepanjang masa, termasuk saat ini. Namun, sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
setelah wanita menempuh pendidikan dan pelatihan, mereka memiliki pengetahuan, sikap,
keterampilan dan keahlian yang dapat digunakan untuk mengemban karir pilihan
mereka.
Dari paparan di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa selama wanita mampu menjalankan atau menata tugasnya
sebagai istri dan ibu untuk anaknya serta mampu menjaga dirinya (kata-kata
maupun perbutan serta penampilannya secara Islami), mereka boleh bekerja di
luar rumah. Tentu inipun tidak lepas dari izin dari suami mereka. Jadi, jika seorang
wanita memutuskan untuk menjadi wanita karir dengan berbagai masalahnya, iapun
semestinya bisa menerima konsekuensi dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga.
Ia harus mengatur waktu sebaik mungkin untuk karir dan keluarganya sekaligus.
Ia harus membuat pembagian tugas dengan suami. Kalaupun ada pembantu rumah
tangga yang dapat meringankan pekerjaan rumah, peran wanita sebagai manajer
rumah tangga tetap sangat dominan dan menentukan.
Lebih jauh, beberapa ahli
mengemukan pendapat tentang peran ganda wanita di dalam dan luar rumah. Dr.
Maya dan Wido dalam bukunya “Profesional Mother” mengungkapkan bahwa seorang
ibu yang mempunyai profesi sebagai ibu rumah tanggapun tidak bisa kita anggap
remeh. Mereka tentu sepantasnya berperan sebagai seorang ibu rumah tangga yang
profesional (“profesional mother”). Dengan kata lain, seorang wanita yang
memilih berada di rumah tidaklah berarti tidak memiliki kiprah sebagai
profesional. Bisa jadi ia memilih berkiprah untuk suami dan anak-anak atau
rumah tangganya secara umum, di samping sebagai panggilan kewanitaannya, juga
karena ia memiliki keahlian, pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan
pendidikan atau manajemen rumah tangga. Melalui tangan-tangan dingin merekalah
lahir para ilmuwan, cendekiawan dan bahkan para pemimpin dunia masa depan. Di
samping itu, dari tangan dingin para istri yang perkasa, muncul laki-laki atau
suami-suami yang menjadi pejabat-pejabat penting dan menghasilkan karya-karya
menakjubkan di dunia, baik dalam pemerintahan maupun dalam usaha swasta.
Selanjutnya, Rieny Hassan,
seorang psikolog terkemuka mengungkapkan bahwa bekerja bukan berarti harus
bekerja menjadi PNS ataupun di perusahaan. Bekerja juga bisa dilakukan di rumah
dengan membuka usaha yang bisa menghasilkan uang. Hidup tidak selalu memberi
apa yang kita inginkan. Oleh karena itu, banyak kompromi yang harus dilakukan untuk
menjalani hidup ini. Seorang wanita tetap bisa berkarir di luar rumah tanpa
harus meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga. Yang perlu ia siapkan
adalah rasa cinta dalam keluarga. Kontrol dan kendali ada di tangan sang wanita.
Terakhir, James Roney, seorang
psikolog dari Universitas California,
Santa Barbara, mengungkapkan bahwa bukan zamannya lagi sekarang bahwa urusan
anak mutlak kewajiban seorang ibu. Dalam penelitiannya, ia menemukan adanya
kecenderungan wanita tertarik untuk membina hubungan yang serius dengan pria
yang menyukai anak-anak. Bahkan melalui raut muka saja wanita dapat memilih
laki-laki menarik sebagai figur ayah yang baik kelak bagi anak-anaknya. Semakin
besar penilaian mereka terhadap pria yang menyukai anak-anak, semakin besar
keinginan mereka untuk menjalin hubungan jangka panjang. Dengan kata lain,
sebagaimana halnya bagi wanita untuk berkiprah mendukung suami dengan berkarir
atau berkiprah di luar rumah, lak-laki juga dapat membantu istri dengan menjadi
pemain penting dalam pendidikan anak dan penataan rumah tangga pada umumnya, di
samping bekerja di luar rumah.
Dari pembahasan di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa wanita yang bekerja hendaknya mampu membagi waktu
dengan bijak antara karir dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Bahwa wanita
bekerja adalah lumrah bahkan sunnatullah, yakni bahwa wanita senantiasa
mengindahkan norma-norma agama dan sosial, serta tetap memerankan ibu rumah
tangga sebagai pilar terwujudnya keluarga sakinah mawaddah, warahmah. Dalam
konteks ini, kaum laki-laki mendukung sepenuhnya pilihan kiprah kaum wanita
demi kemajuan peradaban dan bangsa ini seutuhnya. Selamat Hari Kartini.
(Terbit di Harian Gaung NTB, 20 April 2012)
(Terbit di Harian Gaung NTB, 20 April 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar